Sabtu, 13 Mei 2017

KONTAK



Bambang Haryono, BE, SE
Guru Geologi Pertambangan
SMK N 2 Depok Sleman Yogyakarta
No HP: 085228539711
No WA: 082316775820
Email: ojolalilho81@gmail.com

Minggu, 07 Mei 2017

derajad Liberasi Emas

Bahan Galian menurut UU Minerba digolongkan

             -mineral radioakti
             -mieral logam
             -mineral bukan logam
              -batuan dan atau batubara

Mineral logam ada A logam mulia, logam besi, logam bukan besi, logam berat, logam ringan. dan logam langka.

Bahan Galian yang akan dibahas Bahan Galian Emas didaerah Plampang,Kokap, Kulonprogo,Yogyakarta

A. GEOLOGI REGIONAL DAERAH KULON PROGO

Daerah penelitian yang merupakan bagian sebelah timur dari Pegunungan Serayu Selatan, secara stratigrafis termasuk ke dalam stratigrafis Pegunungan Kulon Progo. Unit stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulon Progo dikenal dengan Formasi nanggula, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan batuan-batuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo, yang menurut Van Bemmmelen (1949, hal.598), kedua formasi terakhir ini mempunyai umur yang sama, keduanya hanya berbeda faises.
1. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan merupakan formasi yang paling tua di daerah pegunungan Kulon Progo. Singkapan batuan batuan penyusun dari Formasi Naggulan dijumpai di sekitar desa Nanggulan, yang merupakn kaki sebelah timur dari Pegunungan Kulon Progo.
Penyusun batuan dari formasi ini menurut Wartono Raharjo dkk (1977) terdiri dari Batupasir dengan sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan Napa dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska. Diperkirakan ketebalan formasi ini adalah 30 meter.
Marks (1957, hal.101) menyebutkan bahwa berdasarkan beberapa studi yang dilakukan olh Martin (1915 dan 31 ), Douville (1912), Oppernorth & Gerth (1928), maka formasi Nanggulan ini dibagai menjadi 3 bagian secara strtigrafis dari bawah ke atas adalah sebagai berikut
a) Anggota (“ Axinea Berds”), marupakan bagian yang paling bawah dari formasi Nanggulan. Ini terdiri dari Batupasir dengan interkalasi Lignit, kemudian tertutup oleh batupasir yang banyak mengandung fosil Pelcypoda, dengan Axinea dunkeri Boetgetter yang dominan. Ketebalan anggota Axinea ini mencapai 40 m.
b) Anggota Djogjakartae (‘Djokjakarta”). Batuan penyususn dari bagian ini adalh Napal pasiran, Batuan dan Lempung dengan banyak konkresi yang bersifat gampingan. Anggota Djokjakartae ini kaya akan Foraminifera besar dan Gastropoda. Fosil yang khas adalah Nummulites djokjakartae MARTIN, bagian ini mempunyai ketenalan sekitar 60 m.
Anggota Discocyclina (“Discocylina Beds”), Batuan penyususn dari bagian ini adalah Napal pasiran, Batupasir arkose sebagi sisipan yang semakin ke atas sering dijumpai. Discocyciina omphalus, merupakan fosil penciri dari bagian ini.Ketebalan dari anggota ini mencapai 200 m.
Berdasarkan pada studi fosil yang diketemukan, Formasi Nanggulan mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen Atas (Hartono, 1969, vide Wartono Raharjo dkk, 1977).
2. Formasi Andesit Tua
Batuan penyusun dari formasi ini terdiri atas Breksi andesit, Tuf, Tuf Tapili, Aglomerat dan sisipan aliran lava andesit. Lava, terutama terdiri dari Andesit hiperstein dan Andesit augit hornblende (Wartono Raharjo dkk, 1977).
Formasi Andesit Tua ini dengan ketebalan mencapai 500 meter mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi Nanggulan. Batuan penyusun formasi ini berasal dari kegiatan vulaknisme di daerah tersebut, yaitu dari beberapa gunung api tua di daerah Pegunungan Kulon Progo yang oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua. Gunung api yang dimaksud adalah Gunung Gajah, di bagian tengah pegunungan, Gunung Ijo di bagian selatan, serta Gunung Menoreh di bagian utara Pegunungan Kulon Progo.
Aktivitas dari Gunung Gajah di bagian tengah mengahsilkan aliran-aliran lava dan breksi dari andesit piroksen basaltic. Aktivitas ini kemudian diikuti Gunung Ijo di bagian selatan Pegunungan Kulon Progo, yang menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit augit hornblende dan kegiatan paling akhir adalah intrusi Dasit. Setelah denudasi yang kuat, sedikit anggota dari Gunung Gajah telah tersingkap, di bagian utara, Gunung Menoreh ini menghasilkan batuan breksi Andesit augithornblende, yang disusul oleh intrusi Dasit dan Trakhiandesit.
Purnamaningsih (1974, vide warttono rahardjo, dkk, 1977) menyebutkan telah menemukan kepingan Tuff napalan yang merupakan fragmen Breksi. Kepingan Tuff napalan ini merupakan hasil dari rombakan lapisan yang lebih tua, dijumpai di kaki gunun Mujil. Dari hasil penelitian, kepingan Tuff itu merupakan fosil Foraminifera plantonik yang dikenal sebagai Globigerina ciperoensis bolli, Globigerina geguaensis weinzrel; dan applin serta Globigerina praebulloides blow. Fosil-fosil ini menunjukkan umur Oligosen atas.
Formasi Andesit Tua secara stratrigrafis berada di bawah Formasi Sentolo. Harsono Pringgoprawiro (1968, hal.8) dan Darwin Kadar (1975, hal.2) menyimpulkan bahwa umur Formasi Sentolo berdasarkan penelitian terhadap Foraminifera plantonik adalah berkisar antara Awal Meiosen sampai Pliosen. Formasi Nanggulan, yang terletak di bawah Formasi Andesit Tua mempunyai kisaran umur Eosen Tengah hingga Oligosen Atas (hartono, 1969, vide Wartono Rahardjo, dkk, 1977). Jika kisaran umur itu dipakai, maka Formasi Andesit Tua diperkirakan berumur Oligosen Atas sampai Meiosen Bawah. Menurut Purbaningsih (1974, vide wartono Rahardjo, dkk, 1977) umur Formasi Tua ini adalah Oligosen.
3. Formasi Jonggrangan
Litologi dari Formasi Jonggrangan ini tersingkap baik di sekitar desa Jonggrangan, suatu desa yang ketinggiannya di atas 700 meter dari muka air laut dan disebut sebagai Plato Jonggrangan.
Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping koral (Wartono rahardjo, dkk, 1977)
Formasi Jonggrangan ini terletak secara tidak selaras di atas Formasi Andesit Tua. Ketebalan dari Formasi Jonggrangan ini mencapai sekitar 250 meter (van Bemmelen, 1949, hal.598). koolhoven (vide van Bemmelen, 1949, hal.598) menyebutkan bahwa formasi Jonggrangan dan Formasi SEntolo keduanya merupakan Formasi Kulon Progo (“Westopo Beds”) ini diduga berumur Miosen Tengah.
4. Formasi Sentolo
Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian bawah, terdiri dari Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping berlapis dengan fasies neritik. Batugamping koral dijumpai secara lokal, menunjukkan umur yang sama dengan formasi Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono Pringgoprawiro, 1968, hal.9).
Berdasarkan penelitian fosil Foraminifera yang dilakukan Darwin kadar (1975) dijumpai beberapa spesies yang khas, seperti : Globigerina insueta CUSHMAN & STAINFORTH, dijumpai pada bagian bawah dari Formasi Sentolo. Fosil-fosil tersebut menurut Darwin Kadar (1975, vide Wartono Rahardjo, dkk, 1977) mewakili zona N8 (Blow, 1969) atau berumur Miosen bawah. Menurut Harsono Pringgoprawiro (1968) umur Formasi Sentolo ini berdasarkan penelitian terhadap fosil Foraminifera Plantonik, adalh berkisar antara Miosen Awal sampai Pliosen (zona N7 hingga N21). Formasi Sentolo ini mempunyai ketebalan sekitar 950 meter ( wartono rahardjo, dkk, 1977).
Dari uraian di atas terlihat stratigrafi daerah Pegunungan Kulon Progo, baik itu perbedaan hubungan stratigrafis antara formasi, maupun perbedaan umur dari masing-masing formasi. Ini disebabkan oleh adanya perbedaan data fosil yang digunakan untuk penentuan umur, karena sebagian ahli mempergunakan fosil Moluska dan Foraminifera besar sebagai dasar penelitian, sedangkan ahli lain mempergunakan Foraminifera kecil plantonik sebagai penelitian. Tidak lengkapnya data merupakan penyebab utama adanya perbedaan tersebut. Untuk lebih jelasnya perbedaan tentang susunan stratigrafi di daerah pegunungan Kulon Progo tersebut.

Seperti yang sudah dibahas pada geomorfologi regional, pegunungan Kulon Progo oleh Van Bemmelen (1949, hal.596) dilukiskan sebagai kubah besar memanjang ke arah barat daya-timur laut, sepanjang 32 km, dan melebar kea rah ternggara-barat laut, selebar 15-20 km. Pada kaki-kaki pegunungan di sekekliling kubah tersebut banyak dijumpai sesar-sesar yang membentuk pola radial.
Gambar Skema blok diagram dome pegunungan Kulon Progo, yang digambarkan Van Bemmelen (1945,halaman 156)


Pada kaki selatan gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar dengan arah barat-timur, yang memisahkan gunung Menoreh dengan gunung ijo serta pada sekitar zona sesar.     

B. Lokasi dan Akses Kesampaian 
Lokasi area sampling terletak pada Dusun Plampang kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, propinsi Daearah Istimewa YogyakartaDengan jarak kira-kira 63 kilometer ke arah barat daya dari STM Pembangunan Yogyakarta.

Lokasi pengambilan sample dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat,  setelah sampai jalan utama Dusun Plampang III.




C. Terdapatnya Emas


Emas dikatakan sebagai logam mulia karena secara kimia emas atau aurum (Au) tergolong dalam kelompok logam Inert (Ag, Au, Pt) yaitu logam yang sulit bereaksi. Emas juga dikatakan logam mulia karena keterdapatannya di bumi sangat langka dan memiliki genesis yang spesifik.
Emas pada umumnya terdapat pada suatu zona hidrotermal dimana pada umunya zona hidrotermal merupakan daerah vulkanis. Genesis emas sendiri dikatakan bahwa emas berasal dari suatu reservoar yaitu intibumi dimana kemudian air magmatik yang mengandung ion sulfida, ion klorida, dan ion tio kompleks mengangkut logam emas ke permukaan bumi.
 Arah aliran dari larutan kimia yang mengandung emas ini pada umumnya seara dengan saluran magma pada gunungapi membentuk urat-urat (vein) emas. Saat larutan emas terendapkan pada saluran magma yang telah membeku proses hidrotermal yang merupakan kegiatan pos vulkanis terjadi dari kontak air meteorik dengan batuan yang panas atau gerakan air magmatik ke atas dimana keduanya membawa dan melarutkan ion sulfida-klorida-tio kompleks yang menyebabkan emas semakin terendapkan di permukaan bumi.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka analisis keterdapatan emas dapat dilacak dari adanya jejak proses sirkulasi hidrotermal atau umum disebut epitermal dalam dunia tambang di suatu area, Pyrite (Fe2S) yang disebut Fool Gold juga sering dijumpai bersama dengan emas. Kandungan emas sebagai inklusi juga kadang dapat ditemui dalam perak dan batuan yang mengandung tembaga.
Endapan emas juga dapat terbentuk melalui proses pelapukan batuan beku dan urat emas yang dapat mengikis dan memindahkan mineral emas dimana mineral emas akan tersedimentasi dalam material yang berbutir sangat halus yaitu material lempung.
Jika tidak terjadi intrusi, mineral emas bisa saja ada pada batugamping yaitu mineral emas dari hasil pelapukan batuan beku yang mengalami proses hidrotermal di tempat yang jauh, namun kemunginannya sangat kecil sekali terdapat kandungan emas yang besar dan menguntungkan secara ekonomis dalam batugamping karena sifat batugamping yang sangat porus sehingga mineral emas tidak mungkin tersedimentasi dalam batugamping.
Bentuk utama Mineralisasi Emas dan Tembaga di Indonesia
Secara umum, bentuk mineralisasi emas dan tembaga di Indonesia berupa :
Berdasarkan aktivitas tektonik yang terjadi di sepanjang busur magmatik, daerah bagian timur Indonesia didominasi oleh bentukan porfiri dan skarn, serta sebagian kecil endapan hidrotermal sulfidasi tinggi dan sediment hosted. Daerah barat Indonesia memiliki mineralisasi cenderung berupa endapan epitermal sulfidasi rendah yang terjadi di daerah paparan Sunda yang relatif dangkal. Aktivitas busur magmatik dan bentuk mineralisasi memiliki hubungan yang menunjukkan identifikasi perbedaan antara lingkungan tektonik selama pembentukan porfiri emas-tembaga, skarn dan deposit sulfidasi tinggi. Pembentukan mineralisasi Au-Ag-Cu ± base metals terjadi di lingkungan submarine dangkal saat larutan sulfida yang hasilnya juga menghasilkan mineralisasi sulfidasi tinggi di sekitar sub-aerial batuan vulkanik, dan daerah lantai samudera.



Emas merupakan elemen yang dikenal sebagai logam mulia dan komoditas yang sangat berharga sepanjang sejarah manusia. Elemen ini memiliki nomor atom 79 dan nama kimia aurum atau Au. Emas termasuk golongan native element, dengan sedikit kandungan perak, tembaga, atau besi. Warnanya kuning keemasan dengan kekerasan 2,5-3 skala Mohs. Bentuk kristal isometric octahedron atau dodecahedron. Specific gravity 15,5-19,3 pada emas murni. Makin besar kandungan perak, makin berwarna keputih-putihan.
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan endapan plaser.
 Emas terdapat di alam dalam dua tipe deposit, pertama sebagai urat (vein) dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa. Lainnya yaitu endapan atau placer deposit, dimana emas dari batuan asal yang tererosi terangkut oleh aliran sungai dan terendapkan karena berat jenis yang tinggi. Emas native terbentuk karena adanya kegiatan vulkanisma, bergerak berdasarkan adanya thermal atau adanya panas di dalam bumi, tempat tembentukan emas primer, sedangkan sekudernya merupakan hasil transportasi dari endapan primer umum disebut dengan emas endapan flaser, sedangkan asosiasi emas atau emas bersamaan hadir dengan mineral silikat, perak, platina, pirit dan lainnya
Kenampakan fisik bijih emas hampir mirip dengan pirit, markasit, dan kalkopirit dilihat dari warnanya, namun dapat dibedakan dari sifatnya yang lunak, berat jenis tinggi, dan ceratnya yang keemasan. Emas berasosiasi dengan kuarsa, pirit, arsenopirit, dan perak.
Sifat fisik unsur ini sangat stabil, tidak korosif ataupun lapuk dan jarang bersenyawa dengan unsur kimia lain. Konduktivitas elektrik dan termalnya sangat baik, malleable sehingga dapat dibentuk dan juga bersifat ductile. Emas adalah logam yang paling tinggi densitasnya.

Pirit ( FeS2 )
Dengan rumus kimia FeS2, merupakan salah satu dari jenis mineral sulfide yang umumnya dijumpai di alam, entah sebagai hasil sampingan suatau endapan Hidrotermal ataupun sebagai mineral aksesoris dalam beberapa jenis batuan. Tidak ada penciri mineralisasi tertentu jika menjumpai pirit, apalagi sedikit.
 Secara Deskriptif Pirit mempunyai warna kuning Keemasan, dengan Kilap Logam. Jadi  kalau tidak bisa dengan mineral – mineral logam atau sering menganggapnya sebagai emas secara struktur Kristal, baik pirit dan emas sama Kubis, namun sifat dalam yang berbeda. Emas lebih mudah ditempa daripada pirit, kalau dipukul pirit akan hancur berkeping – keeping sedangkan emas tidak mudah hancur karena lebih mudah ditempa (mallable).
Cara yang cukup mudah untuk memudahkan membedakan emas dengan pirit adalah dengan melihat asahan polesnya dibawa Mikroskop. Biasanya dibawah Mikroskop Pantul emas tampak berbentuk takj beraturan dibandingkan pirit yang kadang bentuk kubisnya masih tampak, meskipun sama – sama Isometrik tetapi kecermelangan emas tidak dapat ditandingi oleh Pirit, begitu juga bentuknya. Cara lain yang leebih cabggih adalah dengan menganalisis kandunga kimianya. Emas ini biasanya hadir bersama sama Arsen (Arsenian Phyrite atau arsenopyrite)
Sifat dalam kuarsa adalah rapuh (britle), sehingga bila digores menjadi tepung /bubuk dan mudah hancur jika diberi gaya. Kuarsa bersifat diamagnetic, sehingga tidak dapat ditarik oleh magnet.
            Kemunculan kuarsa pada semua batuan beku asam sampai pada Intermediet, batuan sedimen dan pada batuan methamorf sering dijumpai pada bentuk urat kuarsa. Mineral kuarsa banyak dijumpai pada kebanyakan daerah geologi , tetapi pada umunya terbentuk pada batuan sedimen seperti batu pasir dan pada batuan beku tertentu seperti granite. Pada batuan granite butiran kuarsa biasanya muncul  berwarna abu-abu.
Manfaat sumber logam perak dipakai untuk membuar perhiasan, alat makan minum, barang- barang kerajinan tangan, alat- alat elektronik , dll
Tembaga dimanfaatkan sebagai sumber minor bijih tembaga, banyak digunakan dalam kelistrikan, umumnya sebagai kawat dan untuk membuat logam – logam campuran, seperti kuningan (campuran tembaga dan seng), perunggu (campuran tembaga dan timah dengan sedikit seng)

E. Data Pengamatan dibawah Microscop

Mesh

%berat
Jumlah Butir
Calaverite
Magnetit
Kwarsa
Galena
Bebas
Terikat
Bebas
Terikat
Bebas
Terikat
Bebas
Terikat
+4
4.45
-
0.2
-
0.5
-
0.1
-
0.2
+10
11.27
-
0.1
-
0.2
-
0.1
-
0.6
+20
19.44
-
0.1
1
0.1
1
0.8
-
-
+40
30.28
-
0.4
-
0.1
7
1.4
-
0.1
+80
18.34
1
0.7
-
0.8
42
1.8
1
1.8
+120
5.65
6
0.5
-
1.8
83
4.6
-
1.6
+200
6.41
2
1.2
2
0.3
14
1.4
-
0.1
+200<
4.22
5
2.6
-
0.2
8
1
-
0.2

cara perhitungan
DL Calaverite = bebas                  x 100%
                           bebas + terikat

Kadar Cal= bebas + terikat                                                                         x 100%
                   (b+t)xSG Cal+(b+t)xSG Mag+(b+t)xSG Kwar+(b+t)xSG Gal 

Calaverite
Magnetite
Derajat liberasi
DL(x) %berat
%Kadar
Kadar x berat
Derajat liberasi
DL(x) %berat
%Kadar
Kadar x berat
-
-
0,29
12,72
-
-
0,41
17,78
-
-
0,13
14,31
-
-
0,15
16,51
-
-
0,08
15,32
90,90
174,12
0,49
93,85
-
-
0,06
17,89
-
-
0,008
2,38
58,82
106,41
0,09
16,26
-
-
0,04
7,22
92,30
51,49
0,19
10,60
-
-
0,02
1,11
62,5
39,48
0,35
22,10
86,95
54,93
0,14
8,84
65,78
27,36
0,72
29,95
-
-
0,01
0,41

KONTAK Bambang Haryono, BE, SE Guru Geologi Pertambangan SMK N 2 Depok Sleman Yogyakarta No HP: 085228539711 No WA: 082316775820 ...